http://sehat-ituindah.blogspot.com
MEMILIKI anak adalah harapan setiap wanita menikah. Namun, bagi wanita pengidap kanker payudara, amankah bila dia ingin hamil?
Sedih dan cemas sempat dirasakan Dita manakala payudara kirinya terdiagnosis kanker stadium 1B, tiga tahun silam. Tak ingin penyakitnya memburuk, dia pun memutuskan operasi yang dilanjutkan penyinaran (radiasi). Namun, wanita berkulit putih ini masih gelisah karena pada saat itu dokter tidak memperbolehkannya hamil.
"Tapi lama-lama saya berpikir, saya harus punya anak. Ternyata, akhir tahun lalu saya hamil dan sampai detik ini kondisi saya sehat," tutur Dita yang tampak energik kendati perutnya tengah membesar.
Menurut ahli bedah onkologi dari Rumah Sakit Kanker Dharmais (RSKD) Jakarta, dr Sutjipto SpB(K) Onk, wanita dengan kanker payudara disarankan tidak hamil dulu sampai setidaknya lima tahun masa perawatan kankernya. Pasalnya, berbagai penelitian tentang penyebab kanker payudara mengindikasikan adanya keterkaitan antara kanker payudara dengan hormon estrogen.
"Jadi, sifatnya hormonal dependence estrogen. Padahal, saat hamil umumnya terjadi fluktuasi berbagai hormon. Peningkatan estrogen dikhawatirkan dapat memicu sel kanker menjadi lebih aktif," ujar Sutjipto usai talk show bertema "Lets Fight Cancer" di Plaza Semanggi, Jakarta, Minggu (22/02).
Kendati demikian, seperti halnya yang dirasakan Dita, larangan hamil ini kerap menjadi dilema bagi para pasien kanker yang ingin memiliki anak. Sutjipto menceritakan beberapa pasiennya, termasuk salah satu saudaranya, yang memutuskan hamil dan kondisinya baik-baik saja.
"Sebagian besar pasien berhasil hamil. Agar penyakitnya tetap terpantau, semasa hamil disarankan melakukan cek hormon di samping kondisi kehamilannya itu sendiri," saran pria yang menjabat Ketua Harian Yayasan Kesehatan Payudara Jakarta (YKPJ) yang berbasis di RSKD Jakarta.
Dilema yang dirasakan para ibu yang ingin hamil, namun terkendala penyakit kanker ini juga tak luput dari perhatian para peneliti dunia. Dalam dunia medis dikenal istilah Pregnancy Associated Breast Cancer (PABC), yakni kanker payudara yang berkembang selama hamil atau setahun pascahamil.
Diperkirakan sekitar 4 persen kehamilan menambah rumit kondisi kanker payudara, dan sekitar 10 persen pasien kanker payudara usia di bawah 40 tahun terserang penyakit tersebut semasa hamil.
Angka PABC ini juga diprediksi meningkat seiring banyaknya wanita karier yang telat menikah sehingga melahirkan di usia "rawan", yakni 35 tahun ke atas.
Bagi Anda yang senasib dengan Dita, ada kabar baik yang datang dari sebuah penelitian terbaru di Amerika. Dikatakan bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan dalam hal kemungkinan kematian antara pasien kanker payudara yang hamil dengan pasien kanker payudara tanpa kehamilan.
Dalam studi yang diterbitkan jurnal Cancer tersebut, para peneliti menganalisis data dari 652 wanita pengidap kanker payudara berusia 35 tahun atau lebih muda, yang dirawat di Pusat Kanker MD Anderson Universitas Texas, Amerika, dari 1973 hingga 2006. Dari sejumlah pasien tersebut, 104 di antaranya merupakan pasien dengan kasus PABC.
Hasil pencatatan statistik menunjukkan tidak terdapat perbedaan signifikan di antara kelompok pasien PABC dengan pasien kanker payudara umumnya, baik dalam hal penyebaran sel kanker, peluang hidup (survival), maupun kemungkinan kekambuhan setelah 10 tahun. Namun, peneliti mengingatkan kehamilan acap kali menyebabkan tertundanya diagnosis, evaluasi, dan perawatan pada pasien kanker payudara.
Lebih lanjut peneliti menyarankan para pasien dengan PABC agar semasa hamil tetap melakukan perawatan dan kontrol atas penyakit kankernya, jangan menunda hingga setelah melahirkan. Hal ini penting untuk meningkatkan harapan hidup.
Dr Beth Beadle dari Pusat Kanker MD Anderson Universitas Texas mengungkapkan, kanker payudara merupakan penyakit yang agresif sehingga perlu penanganan intensif pula.
Sumber: okezone.com