PENGOBATAN kanker terbaru yakni terapi TheraCIM (Nimotuzumab) bisa menjadi "angin segar" bagi penderita kanker.
Sebab, terapi ini menjadikan zat yang membuat pertumbuhan kanker sebagai "target" pengobatan. Koordinator Penelitian dan Pengembangan Departemen Bedah Saraf FKUI/RSCM dr Renindra Ananda Aman SpBS mengatakan, terapi TheraCIM (Nimotuzumab) termasuk golongan "terapi target". "Artinya, terapi ini membuat zat-zat perangsang bertumbuhnya kanker sebagai target," sebutnya.
Target TheraCIM (Nimotuzumab), Renindra menyebutkan, yakni suatu antibodi monoclonal (reseptor epidermal growth factor (EGFR = Epidermal Growth Factor Receptor). EFGR ini adalah pintu pembelahan pada sel kanker.
Adanya EGFR ini pada jaringan tubuh pasien kanker dalam jumlah berlebih menjadi penanda bahwa penyakit kanker pasien menjadi lebih cepat memburuk. "Umumnya, pemberian obat kemoterapi dan radioterapi sering tidak efektif sehingga usia harapan hidup pasien menjadi lebih pendek," jelasnya.
Renindra menuturkan, terapi target ini menggunakan obat yang diinjeksikan ke dalam tubuh pasien. Ditemukannya terapi target terhadap EGFR ini membuka peluang lebih berhasilnya terapi kanker disertai peningkatan harapan dan kualitas hidup pasien.
Renindra juga menjelaskan, kanker adalah suatu kondisi saat sel telah kehilangan pengendalian dan mekanisme normalnya sehingga mengalami pertumbuhan yang tidak normal, cepat, dan tidak terkendali.
Kanker bisa terjadi dari berbagai jaringan dalam berbagai organ, seperti sel kulit, sel hati, sel darah, sel otak, sel lambung, sel usus, sel paru, sel saluran kencing, dan berbagai macam sel tubuh lainnya.
Sejalan dengan pertumbuhan dan perkembangbiakannya, sel-sel kanker membentuk suatu massa dari jaringan ganas yang menyusup ke jaringan di dekatnya (invasif) dan bisa menyebar (metastasis) ke seluruh tubuh. Sel-sel kanker dibentuk dari selsel normal dalam suatu proses rumit yang disebut transformasi, yang terdiri atas tahap inisiasi dan promosi.
"Pengobatan bisa dilakukan dengan cara operasi dengan bedah microsurgery atau endoscopic surgery, radiotherapy dengan sinar X maupun sinar gamma atau gamma knife, kemoterapi, dan Imunotherapy," papar dokter kelahiran Bonn, Jerman, 21 Desember 1964, ini di peluncuran terapi kanker Nimotuzumab di Hotel Ritz Carlton, Mega Kuningan, beberapa waktu lalu.
Sementara itu, Staf Medikal Bagian Hematologi dan Onkologi Universitas Indonesia, DrTubagus Djumhana Atmakusuma PhD menjelaskan, target terapi ini adalah reseptor yang ada di permukaan sel yang dikenal sebagai antibodi monoklonal.
"Dengan Nimotuzumab (Thera-CIM), menargetkan reseptor atau EGFR," ujarnya di Jakarta, beberapa waktu lalu.
Dari berbagai penelitian diketahui EGFR ini banyak dijumpai pada penderita kanker kepala dan leher, kanker usus, kanker paru, glioma (salah satu jenis kanker otak), kanker esophagus, kanker pankreas, kanker prostat, kanker leher rahim, kanker payudara dan beberapa jenis kanker padat lainnya. Karena itu, TheraCIM (Nimotuzumab) berpotensi mengobati kankerkanker tersebut.
"Terapi ini tidak membutuhkan sistem imun pasien untuk bersikap aktif melawan kanker," kata Tubagus yang juga Ketua Perkumpulan Dokter Rumah Sakit Kanker Dharmais, Jakarta.
Kepala Bagian Radioterapi Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Soehartati Gondhowiarjo MD PhD mengatakan bahwa bila EGFR pada tubuh pasien penderita kanker ini ditutup, maka pertumbuhan sel kanker pun akan berhenti.
Ketua Perkumpulan Radiasi Onkologi Indonesia ini juga menambahkan, terapi target akan dikombinasikan dengan radioterapi karena sifat terapi target hanya menghambat pertumbuhan. "Untuk membunuh sel diperlukan radioterapi, itu yang menjadi planning kami ke depan," ujarnya.
Soehartati mengatakan, banyaknya kasus penderita kanker membuat dunia kesehatan ingin menemukan obat terbaru. Dengan terapi ini, jelasnya membuat harapan baru bagi penderita kanker untuk bisa sembuh.
Sumber: okezone.com