http://sehat-ituindah.blogspot.com
SERANGAN bakteri pneumokokus bisa memicu timbulnya berbagai penyakit berbahaya pada anak. Pencegahan bisa dilakukan dengan vaksin dan gaya hidup sehat.
Sudah dua hari, Safira Najwa (10 bulan) terkena batuk. Bayi yang lahir di keluarga yang serba-paspasan ini lantas dibawa ke rumah sakit. Uswatun, ibu Safira lega, ketika dokter mengatakan batuk yang diderita Safira adalah batuk biasa. "Safira hanya diberi obat batuk dan pereda demam," ucap Uswatun.
Sepulang dari dokter, malam harinya, batuk Safira bukannya mereda. Tiba-tiba badan Safira gemetar seperti kedinginan dan juga terkadang sesak. Setelah diberi obat, demamnya pun tak kunjung hilang. Tidak beberapa lama, Uswatun mengguncang badan Safira dengan penuh kepanikan, dan ternyata Safira telah meninggal dunia. Setelah dibawa lagi ke dokter, ternyata Safira menderita pneumonia.
Berbeda dengan Rania Tanungga (11 tahun), ia didiagnosis mengidap penyakit meningitis sejak 1 tahun lalu. Tubuh Rania lunglai seperti lumpuh, ke mana saja Rania pergi, kursi roda selalu menemaninya.
"Dulu waktu Rania belum terkena meningitis, Rania sehat-sehat saja sama seperti anak normal lainnya," cerita Laura Tanungga, ibunda dari Rania.
Ia menceritakan bahwa suatu hari, Tania terjatuh di kelasnya. Saat itu ia merasakan demam dan muntah setelah tiba di rumah. Badannya menjadi lemas tidak berdaya. Setelah Tania dibawa ke rumah sakit, Tania didiagnosis dokter terkena meningitis. "Sekarang saya selalu berada di samping Tania setiap saat, ia tidak bisa melakukan apa-apa lagi apabila tidak dibantu. Saya berharap ada keajaiban yang membuat Tania sembuh," harap Laura.
Penyakit yang diderita kedua bocah tersebut tak lain disebabkan kuman pneumokokus. Bakteri ini merupakan bakteri yang bersifat patogen, dapat menginfeksi anak-anak maupun orang dewasa. Bakteri ini juga menjadi penyebab utama morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
Biasanya, setelah menyerang sistem pernapasan atas, pneumokokus selanjutnya mengakibatkan kondisi yang lebih berat, yaitu pneumokokus yang bersifat invasif (IPD). Pada tahapan ini, infeksi pneumokokus terisolasi dari darah dan lokasi-lokasi steril lainnya.
Dijelaskan staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana/Rumah Sakit Sanglah Denpasar, Dr Ni Putu Siadi Purniti SpA (K) bahwa IPD terdiri atas bakteremia (infeksi bakteri dalam darah), sepsis (darah yang teracuni), meningitis (radang selaput otak), dan pneumonia bakteremik.
Penyebaran pneumokokus dari nasopharynx menuju sistem pernapasan atas dan bawah mengakibatkan penyakit pneumokokus yang bersifat noninvasif, termasuk pneumonia (radang paru-paru), media otitis akut (radang telinga tengah) dan sinusitis (infeksi pada sinus).
"Penyakit pneumokokus dapat menyerang hilangnya pendengaran, kemunduran intelegensi, kesulitan berbicara, kelumpuhan, bahkan sampai pada kematian," paparnya pada saat acara menghadiri acara Advokasi terhadap Pencegahan Penyakit Pneumokokus (PP) sebagai agenda utama program ASAP Indonesia yang diselenggarakan ASAP Indonesia (Asian Strategic Alliance for Pneumokokus Disease Prevention) di Hotel Nikki, Denpasar, Bali, baru-baru ini.
Bayi baru lahir hingga umur 24 bulan memiliki risiko tertinggi infeksi karena sebanyak 60 persen anak-anak prasekolah merupakan pembawa (carrier) pneumokokus, tempat penitipan dapat menjadi sarana penyebaran penyakit ini sehingga anak-anak lain yang mengikuti program penitipan cenderung dapat tertular.
"Jangan pernah sembarang menitipkan anak di tempat penitipan karena tidak sedikit bakteri yang mewabah dan bisa menularkan pada anak kita di tempat tersebut," pesan dokter yang juga berpraktik di RSB Harapan Bunda Denpasar ini.
Di negara-negara yang telah meneliti penyakit pneumokokus ini, didapati temuan yang menunjukkan bahwa anak-anak usia dini memiliki peluang lebih besar terkena IPD. Bakteri pneumokokus secara normal berada di dalam rongga hidung dan tenggorokan anak-anak dan dewasa yang sehat, dengan empat serotipe berbeda yang terkandung di dalamnya secara bersamaan.
Memang tidak seluruh individu dapat menderita penyakit ini, tetapi ketika dalam tubuh seseorang sudah terjadi kolonisasi bakteri, ia akan menjadi pembawa sekaligus penyebar penyakit melalui partikel udara, misalnya pada saat bersin atau batuk serta kontak tubuh.
"Bakteri ini dapat ditemukan pada tenggorokan dan rongga hidung dewasa, anak dan bayi sehat," tutur staf pengajar Departemen Ilmu Kesehatan Anak FK Universitas Udayana Prof dr Soetjiningsih SpA (K) IBCLC.
Kolonisasi pneumokokus pada anak-anak usia dini adalah hal yang umum terjadi, mengingat anak usia di bawah dua tahun belum memiliki antibodi serum tipe spesifik yang cukup untuk melawan bakteri tersebut. Karena itu, anak-anak merupakan pembawa atau penyebar sekaligus korban utama penyakit pneumokokus.
"Penyakit yang disebabkan bakteri pnemokokus ini datang tanpa keluhan dan tanpa gejala. Dan dengan mudah sekali menyebar ketika batuk dan bersin melalui percikan ludah," papar dokter yang sempat menjadi Konsultan Tumbuh Kembang.
Soetjiningsih menuturkan, pencegahan bisa dilakukan dengan pemberian ASI, nutrisi yang lengkap dan seimbang. Selain itu juga dengan menerapkan perilaku hidup sehat.
"Perilaku hidup sehat bisa dilakukan dengan menutup mulut hidung ketika batuk maupun bersin. Menghindari mencium bayi dengan mulut. Menghindari infeksi virus berulang serta menghindari asap rokok dan polusi," pesannya.
Sumber: Okezone.com