http://sehat-ituindah.blogspot.com
MALANUTRISI atau diet yang tidak tepat menjadi masalah yang banyak ditemui di Indonesia. Penderitanya adalah masyarakat dengan tingkat ekonomi bawah hingga atas.
Guru Besar Ilmu Pangan dan Gizi, Jurusan Gizi Masyarakat dan Sumber Daya Keluarga, Institut Pertanian Bogor (IPB) Prof Dr Ir Ali Khomsan MS mengatakan, banyaknya persepi salah yang menyebutkan bahwa malanutrisi itu adalah kekurangan gizi saja dan hanya terjadi pada masyarakat menengah ke bawah.
"Persepsi yang menyatakan malanutrisi itu hanya mencangkup kekurangan gizi merupakan pernyataan yang salah," ujar Ali saat menghadiri acara media workshop yang diadakan Nestle Indonesia dengan tema "Mewujudkan Masyarakat Indonesia yang Lebih Sehat" di Hotel Kristal, beberapa waktu lalu.
Ali menjelaskan, malanutrsi itu sebenarnya mempunyai pengertian yang luas, yaitu mencakup kekurangan gizi, gizi buruk, maupun kelebihan gizi. Penyebabnya adalah penyakit dan salah mengonsumsi.
"Malanutrisi terjadi karena adanya kebutuhan tubuh akan makronutrien (lemak, karbohidrat dan protein) tidak terpenuhi yang diakibatkan salah konsumsi," kata Ali yang mengenyam pendidikan S-1 dan S-2 di Institut Pertanian Bogor (IPB).
Seorang akan mengalami malanutrisi jika tidak mengonsumsi jumlah atau kualitas nutrien yang mencukupi untuk diet selama jangka waktu lama. Malanutrisi yang berlangsung lama dapat mengakibatkan kelaparan, penyakit, dan infeksi.
"Tidak hanya masyarakat menengah ke bawah saja yang mengalami malanutrisi ini, masyarakat dengan penghasilan tinggi pun bisa mengalaminya," sebut Ali.
Umumnya, malanutrisi yang diakibatkan adanya kekurangan gizi lebih banyak terjadi pada masyarakat kecil, dan sebaliknya, kelebihan gizi lebih banyak terjadi pada masyarakat kelas atas. Dan kembali lagi kepada asupan konsumsi dan pola asuh dari orangtua karena tingkat konsumsi ini dipengaruhi orangtua.
Biasanya, Ali menyebutkan, malanutrisi ini terjadi pada anak-anak. Karena, mereka sedang berada pada masa pertumbuhan, anak-anak banyak yang mengalami problema susah makan. Memilih-milih makanan, makan yang hanya dikemut-kemut, atau bahkan tidak mau makan sama sekali.
"Pola asuh makan sangat berperan. Jadi walaupun orangtua mampu mencukupi kebutuhan gizi, tetapi jika tidak bisa memengaruhi nafsu makan anak,ya percuma saja," papar Ali yang mengambil pendidikan S-3 di Iowa State University pada 1991.
Problem kegemukan atau obesitas masih menjadi momok bagi masyarakat dalam memengaruhi timbulnya berbagai penyakit apabila tidak segera diatasi. Ali menuturkan, kegemukan pada anak akan berkelanjutan, terutama bila disertai dengan penyakit penyerta yang akan membawa dampak sosial psikologis. Namun, tidak dibawa sampai dewasa apabila aktivitas fisik di saat remaja tinggi.
Sementara itu, Kepala Subdirektorat Gizi Makro Direktorat Bina Gizi Masyarakat Departemen Kesehatan Dr Minarto MPS mengatakan, terjadinya malanutrisi bisa terjadi pada siapa saja terkait dengan pola makan. "Malanutrisi ini terjadi karena kekurangan dan kelebihan gizi," ucap ahli gizi ini.
Data Riskesdas menyebutkan, malanutrisi untuk gizi kurang pada kelompok termiskin terjadi sebanyak 22,1 persen dan untuk kelompok terkaya terjadi sebanyak 13,7 persen. Untuk angka malanutrisi karena kelebihan gizi pada kelompok termiskin terjadi sebanyak 11,2 persen dan untuk kelompok terkaya adalah 14 persen.
"Dari data tersebut terlihat bahwa malanutrisi ini bisa berdampak kepada siapa saja tanpa pandang kemampuan atau penghasilan. Faktor ekonomi memang berpengaruh, tetapi tidak mutlak," ucap Minarto.
Sumber: Okezone.com